Ketika
saya kuliah dulu, ungkapan Mahasiswa sebagai agent of change, sudah
menggema seantero kampus dan menjadi terminal lalu lalu-lalang di telingaku.
Sudah
tidak asing lagi kalimat itu, bahkan ketika ospek pun saya sudah dicekokkin
lirik penyemangat sebagai seorang mahasiswa yaitu mahasiswa adalah agen
perubahan. Perubahan menuju perbaikan dan pemberdayaan.
Pertanyaan
yang timbul dalam pikiran aku adalah, benarkah mahasiswa sebagai agent of
change?
Pengertian
perubahan (Change), adalah situasi dari kondisi A berubah ke kondisi B, atau
secara gamblang kita sebut aja, kondisi dari tidak baik ke kondisi baik. Atau
bahkan sebaliknya.
Jadi
kalau kondisi baik ke buruk juga perubahan yah?
Iya
betul. Pernahkah kamu menonton film ksatria baja hitam waktu kecil dulu?
Ketahuan
nih kang muvti umurnya berapa…
Hehehehe… iya yah…
Yang millenial mungkin enggak tahu sama sekali yah? Oke, akang jelaskan, ketika
Kotaro Minami (nama pemeran utamanya) berubah menjadi ksatria baja hitam.
Dengan menyebut kata “berubah”, akhirnya kotaro berubah dari yang lemah menjadi
kuat, untuk membasmi musuh-musuhnya. Yah… seperti itu layaknya perubahan, tapi
tidak seinstan itu yah, karena yang namanya perubahan butuh proses.
Uniknya
kalimat itu, jadi sebuah kata mutiara untukku terutama saat masuk kuliah, atau beberapa
mahasiswa menganggap kalimat tersebut cuma slogan belaka.
Sejatinya
memang menjadi seorang mahasiswa harus menjadi agen perubahan. Katakanlah
perubahan adalah produknya, kita sebagai mahasiswa adalah distributor atau
penyalur produk-produk itu, karena itulah definisi yang paling sederhana dari
kata agen. Kalau teman-teman adalah agen beras, otomatis tugas teman-teman
harus mendistribusikan beras-beras itu kan? Nah begitu juga agen perubahan.
Sepatutnya,
seharusnya, bahkan wajib hukumnya kita menjadi distributor perubahan untuk
lingkungan-lingkungan di sekitar kita. Apakah kenyataannya seperti itu?
Sempat
miris melihat beberapa mahasiswa mengisi waktunya untuk hal yang itu sia-sia
saja. Begadang main Mobile Legend sampai malam, nonton tiktok atau
youtube sehari full dan melupakan kewajiban untuk belajar, dan lain sebagainya.
Yah,
coba lihat. Mereka menjadi mahasiswa biasa, alur hidupnya monoton. Hanya makan,
tidur dan kuliah. Itu terus berulang sampai mereka lulus, bahkan tak sedikit
jumlahnya yang di drop out. Maka tak heran, banyak mahasiswa yang hanya
menjadi vampir (penghisap darah) bagi lingkungan dan orang tuanya. Sudah
otomatis mahasiswa itu, tidak mau dan enggan tentunya menandatangani kontrak
untuk menjadi ‘agen perubahan’.
So, kalau kamu
yang masih mahasiswa hanya menjadi mahasiswa biasa-biasa saja, mandeg, dan tak
menghasilkan apa-apa. Maka cukup lakukan 3K, Kampus, Kantin, Kosan. Artinya,
hidup kamu setelah bangun pagi, berangkat ke kampus, lalu ke kantin untuk
istirahat dan makan siang, setelah selesai semuanya pulang ke kosan. Begitu
setiap harinya.
3K
inilah pola yang membuat kita generasi amburadul. Tidak ada impian, tidak ada
target, tidak ada keyakinan, tidak ada tantangan, tidak ada networking
tidak ada jaringan kehidupan, dan biasanya prinsip hidup orang-orang seperti
itu, “seperti air aja lah, ikuti kemana mengalir”.
Dia
pasrah pada keadaan yang membuatnya mempunyai mental rebahan dan menyerah pada
nasib. Bahkan ketika kamu masih memakai rumus 3K ini, bukan hal yang tidak
mungkin di dunia kerja atau bisnis, menjadi orang yang rata-rata, cenderung tak
bisa apa-apa.
Kok
nakutin kang? Terus apa yang harus aku lakukan kang?
Berorganisasi.
Mengapa
harus berorganisasi kang?
Organisasi
itu layaknya sebuah sekolah kehidupan, yang tak pernah henti-hentinya untuk
belajar, belajar, dan terus belajar. Kurikulumnya dibentuk untuk menjadikan
seseorang lebih dewasa, lebih bijaksana, dan lebih kuat menghadapi tantangan
kehidupan. Jam waktu belajar nya tak terikat oleh sebuah aturan, tak kenal
waktu dalam memberikan sebuah pembelajaran kepada setiap individunya, dua puluh
empat (24) jam menjadi waktu yang sangat berharga dan bernilai.
Dengan
berorganisasi, pengalamanmu menjadi berlimpah. Pernah mendengar pengalaman adalah
guru terbaik dalam memberikan sebuah pembelajaran untuk hidup lebih berkualitas
kan?
Dengan
organsaisi kita menemukan banyak masalah. Menghadapi dan menyelesaikan masalah adalah
proses mendewasakan diri. Tanpa masalah, kita akan menjadi pribadi yang manja dan
maunya disupain doang.
Ya, masalah
adalah makanannya setiap hari bagi orang-orang yang paham, dengan masalah kita
dituntut lebih kreatif dalam mencari sebuah solusi yang efektif dan efesien
dalam menyelesaikannya. Organisasi pun, kental dengan interaksi. Interaksi
sosial adalah sebuah keharusan, mengatasi dan menjembatani orang yang beda
pemikiran, budaya, pengalaman dan karakter sehingga membuat organisatoris
(penikmat organisasi) semakin terasah kemampuan komunikasinya.
Kesimpulannya,
kalau ingin menjadi agen perubahan. Mau enggak mau, kamu wajib berorganisasi. Daripada
menyesal belakangan, karena yang namanya penyesalan selalu datangnya
belakangan. Kalau di depan namanya pendaftaran. Makanya, kuy daftar organisasi
di sekolah atau kampus kamu!
Siap???
Comments
Post a Comment